Keterkaitan antara Value Chain (Rantai Nilai) dan Supply Chain (Rantai Pasok) – [Seri Tulisan Rantai Nilai Agribisnis)

Rantai nilai (value chain) memiliki kaitan yang erat dengan rantai pasok (supply chains), dimana rantai nilai memiliki cakupan aktivitas bisnis yang lebih luas dibandingkan dengan rantai pasok, tetapi rantai pasok merupakan hal yang sangat penting untuk menciptakan rantai nilai yang berhasil.

Rantai pasok adalah interkoneksi dari semua pihak, sumber daya, bisnis, dan aktivitas yang terlibat dalam pemasaran atau distribusi di mana suatu produk mencapai konsumen akhir. Ini menciptakan hubungan mitra dalam chain seperti pemasok, produsen, grosir, distributor, pengecer, dan konsumen.

Di sisi lain, rantai nilai mencakup semua aktivitas bisnis yang meningkatkan nilai suatu produk atau layanan di mata konsumen. Rantai nilai dilacak ke arah berlawanan dengan rantai pasok, dimana rantai nilai mengalir dari konsumen, kembali melalui rantai pasok ke produksi dan pengolahan bahan mentah. Rantai nilai juga mencakup aktivitas yang tidak ada pada rantai pasok, seperti pengembangan produk dan pemasaran.

Secara khusus, Porter (1985) memfasilitasi penilaian sistematis tentang karakteristik unik apa yang dimiliki atau dapat dikembangkan perusahaan untuk menciptakan keunggulan kompetitif yang memungkinkannya untuk secara menguntungkan menjual produk dengan kualitas yang sama dengan harga lebih rendah atau untuk menjual produk yang dibedakan lebih dari pesaingnya. Rantai nilai ala Porter adalah alat strategi bisnis yang tujuan utamanya adalah untuk membantu para manajer memutuskan bagaimana cara secara menguntungkan meningkatkan daya saing perusahaan.

 

Porter’s Value Chain
(Sumber gambar : expertprogrammanagement.com)

 

Beberapa elemen yang terlibat dalam rantai nilai menurut Porter (1985) adalah primary activities (kegiatan utama) dan support activities (kegiatan pendukung). Primary activities melibatkan:

  1. Inbound logistics, yaitu aktivitas yang berhubungan dengan penanganan material sebelum digunakan.
  2. Operations, yaitu aktivitas yang berhubungan dengan pengolahan input menjadi output.
  3. Outbound logistics, yaitu aktivitas yang dilakukan untuk menyampaikan produk ke tangan konsumen.
  4. Marketing and sales, yaitu aktivitas yang berhubungan dengan pengarahan konsumen agar tertarik untuk membeli produk.
  5. Service, yaitu aktivitas yang mempertahankan atau meningkatkan nilai dari produk.

Support activities melibatkan:

  1. Firm infrastructure, terdiri dari departemen-departemen/fungsi-fungsi yang melayani kebutuhan organisasi dan mengikat bagian-bagian lain menjadi sebuah kesatuan.
  2. Human resource management, mencakup pengaturan sumber daya manusia mulai dari perekrutan, kompensasi, sampai pemberhentian.
  3. Technology development, meliputi pengembangan peralatan, software, hardware, prosedur di dalam transformasi produk dari input menjadi output.
  4. Procurement, berkaitan dengan proses perolehan input/sumber daya.

Berapa banyak keuntungan yang dihasilkan bisnis ditentukan oleh kualitas nilai yang diciptakannya. Setiap perusahaan harus mampu menyediakan produk yang lebih baik dan lebih sesuai untuk memenuhi permintaan dan harapan konsumen mereka.

 

Rantai pasok memastikan bahwa produk yang sangat konsumen hargai benar-benar sampai kepada konsumen. Oleh karenanya, rantai pasok melibatkan penyimpanan dan transportasi. Perbedaan utama antara rantai pasok dan rantai nilai adalah fakta bahwa di dalam rantai pasok tidak ada nilai tambah. Rantai pasok fokus pada pengangkutan suatu produk dari satu ujung ke ujung lainnya. Sementara rantai nilai bertujuan untuk menambah nilai pada produk agar dapat disampaikan kepada konsumen akhir. Hal ini seringkali bisa dicapai melalui pengemasan, pemasaran, dan penjualan.

Meskipun demikian, rantai pasok bagi dunia bisnis sama pentingnya dengan rantai nilai. Tanpa salah satunya, kegiatan ekonomi dan bisnis dapat terperosok dalam mimpi buruk yang secara logistik mustahil. Rantai pasok adalah satu hal yang menghubungkan dunia. Sebuah produk yang kita konsumsi sangat mungkin diproduksi di lokasi yang sangat jauh. Kita dapat menemukan produk tersebut di rak toko swalayan dekat rumah kita adalah karena rantai pasok yang tidak pernah berhenti. Begitulah cara dunia kita ini dijalankan.

Rantai nilai dan rantai pasok sulit dipisahkan karena sebagian besar fungsinya saling tumpang tindih. Baik rantai nilai maupun rantai pasok membutuhkan transportasi dan penyimpanan. Perbedaan utamanya adalah pada rantai pasok tidak diperlukan beberapa fungsi seperti pengemasan atau pemasaran produk. Keterkaitan rantai pasok dengan rantai nilai semakin terasa karena pada akhirnya aktivitas rantai pasok, seperti logistik masuk, produksi, dan logistik keluar menawarkan banyak peluang langsung untuk menambah nilai bagi konsumen. Kedua jaringan ini pun membantu menyediakan produk berkualitas kepada pelanggan dengan harga yang wajar.


Muhammad Fauzan
Rabu, 14 Juli 2021
20.18 WIB

Membaca Pandemi Covid-19 dengan Model R&D Romer

Pandemi Covid-19 adalah masalah kesehatan masyarakat berskala global yang kemudian berkembang menjadi global economic wide shocks (goncangan ekonomi luas berskala global). Akar penyebab utamanya adalah penyebaran virus tersebut, dari satu kota di Tiongkok bernama Wuhan hingga kini telah menyebar ke seluruh dunia. Berbagai upaya untuk mengendalikan penyebaran virus tersebut melalui pembatasan pergerakan manusia skala besar telah menyebabkan goncangan pada aggregate demand dan aggregate supply sekaligus. Bahkan pandemi Covid-19 juga mengguncang rantai pasok global serta hampir semua sektor ekonomi dan lapangan usaha terpengaruh sehingga aggregate demand dan aggregate supply terus menurun. Kondisi ini yang menyebabkan terjadinya penurunan pertumbuhan ekonomi di hampir semua negara, termasuk Indonesia. Bahkan keadaan menjadi semakin memburuk dengan terjadinya resesi ekonomi.

Model Research and Development (Model R&D) yang dikembangkan oleh Paul Romer, seorang pakar ekonomi dan penerima Penghargaan Nobel dalam bidang Ekonomi tahun 2018, merupakan pendalaman lebih lanjut dari model-model ekonomi terdahulu, dimana efektivitas tenaga kerja yang sebelumnya dianggap eksogen, dalam model R&D bersifat endogen. Model ini menafsirkan secara eksplisit efektivitas tenaga kerja sebagai pengetahuan dan memodelkan faktor-faktor yang mempengaruhi perubahannya dari waktu ke waktu. Untuk memodelkan akumulasi pengetahuan diperlukan sektor R&D untuk memproduksi ide-ide baru yang tergantung pada jumlah modal dan tenaga kerja yang terlibat dalam penelitian dan tingkat teknologi. Pada model ini, kegiatan R&D dilakukan oleh para pelaku ekonomi yang bermotif memaksimumkan keuntungan. Karenanya, R&D akan mendorong pertumbuhan ekonomi, yang pada gilirannya mempengaruhi insentif untuk alokasi sumber daya untuk sektor R&D.

Dalam bahasa yang lebih sederhana, Paul Romer menekankan pada perlunya inovasi dan ilmu pengetahuan untuk mencapai pertumbuhan ekonomi jangka panjang. Dia mengembangkan model ekonomi endogen yang telah terbukti efektif untuk diterapkan di negara berkembang, termasuk Indonesia.

Paul Romer
(Sumber gambar: qz.com)

Dalam model R&D, setidaknya ada tiga faktor penentu pertumbuhan ekonomi jangka panjang, yaitu 1) jumlah tenaga kerja yang terlibat dalam R&D, 2) produktivitas di sektor R&D, dan 3) peningkatan jumlah penduduk. Adanya gangguan terhadap tiga variabel tersebut akibat pandemi Covid-19 secara nyata telah menyebabkan penurunan pertumbuhan ekonomi Indonesia.

Terjadinya gangguan kesehatan akibat infeksi virus Covid-19 yang menjangkit tubuh manusia, baik yang skala ringan sampai pada skala berat dan kematian, telah menyebabkan penurunan jumlah tenaga kerja yang terlibat dalam R&D. Penurunan jumlah tenaga kerja ini bisa berasal dari banyaknya kasus kematian tenaga ahli karena Covid-19 maupun karena adanya tenaga kerja yang harus menjalani perawatan, isolasi mandiri, terdampak pembatasan perjalanan, dan lain sebagainya. Penurunan jumlah tenaga kerja yang terlibat dalam R&D akan menyebabkan pertumbuhan ekonomi yang lebih rendah. Ini adalah dampak yang pertama.

Dampak yang kedua adalah pandemi Covid-19 menyebabkan penurunan produktivitas di sektor R&D sehingga menyebabkan penurunan pertumbuhan ekonomi. Dalam model R&D, agar ekonomi dapat terus tumbuh maka produktivitas di sektor R&D harus terus dipertahankan atau bahkan ditingkatkan. Peningkatan produktivitas ini dapat dilakukan melalui penggunaan teknologi baru yang lebih canggih atau menyempurnaan teknologi lama sehingga menjadi lebih efisien sehingga output yang dihasilkan per tenaga kerja menjadi lebih tinggi.

Namun, pandemi Covid-19 telah menyebabkan masalah serius terutama yang terkait dengan kesehatan pekerja. Pekerja yang kondisinya tidak fit, baik secara fisik maupun mental, akan cenderung menurun produktivitasnya. Belum lagi adanya kebijakan pembatasan kegiatan publik skala besar, seperti PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar), PPKM (Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat), dan WFH (Work from Home), menyebabkan pekerja tidak dapat menjalankan tugasnya secara normal seperti sebelumnya. Akibatnya, penurunan produktivitas pekerja tidak dapat dihindarkan.

Dampak yang ketiga dari pandemi Covid-19 adalah terjadinya kematian dalam jumlah besar dalam waktu singkat yang berakibat pada penurunan jumlah penduduk. Menurut data WHO (World Health Organization) sampai pada pertengahan Juni 2021, jumlah korban meninggal akibat Covid-19 telah mencapai 3,7 juta orang di seluruh dunia dan lebih dari dari 53 ribu orang di Indonesia.

Dalam model R&D dijelaskan bahwa peningkatan jumlah penduduk secara signifikan akan mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Hal ini terjadi karena semakin banyak orang yang terlibat dalam R&D akan menghasilkan penemuan atau inovasi yang lebih banyak, yang kemudian menyebabkan stok pengetahuan tumbuh lebih cepat sehingga output per tenaga kerja pun tumbuh lebih cepat. Banyaknya kasus kematian akibat Covid-19 tentu akan memberi implikasi sebaliknya.

Agar ekonomi Indonesia dapat segera recovery dari kondisi saat ini, setidaknya ada beberapa rekomendasi kebijakan yang dapat dilakukan sebagai berikut:

  1. Dalam jangka pendek, pemerintah Indonesia harus memberi prioritas pada pengendalian penyebaran Covid-19 sebagai akar masalahnya. Memang ada trade-off antara upaya menurunkan kasus Covid-19 dengan upaya meningkatkan pertumbuhan ekonomi, namun demikian dengan memberi prioritas pada pengendalian kasus Covid-19 akan memunculkan sentimen positif bagi para pelaku ekonomi sekaligus membuka jalan awal untuk meningkatkan perekonomian.
  2. Dalam jangka menengah, setelah penyebaran Covid-19 relatif terkendali, pemerintah Indonesia dapat memfokuskan arah kebijakannya pada perlindungan kelompok masyarakat rentan serta dunia usaha, termasuk juga mengurangi tekanan sektor keuangan.
  3. Dalam jangka panjang, pemerintah Indonesia harus menjalankan program-program pemulihan pasca pandemi Covid-19 skala besar sehingga dapat kembali seperti kondisi sebelumnya.

Dalam upaya recovery dari kondisi saat ini, sesuai dengan esensi dari model pertumbuhan endogen, pemerintah harus berperan aktif dalam menciptakan kondisi perekonomian yang terus tumbuh. Perekonomian dapat didorong dengan mengedepankan industri yang berbasis pengetahuan (knowledge-based industries) sebagai motor penggerak utama. Rantai pasok barang yang selama ini berjalan secara offline harus mulai beralih pada rantai pasok digital. Juga perlu ada peningkatan capital investment untuk infrastruktur fisik dan aspek nonfisik seperti pendidikan, kesehatan, dan kewirausahaan yang berpengaruh secara langsung terhadap peningkatan human capital.


Muhammad Fauzan
Selasa, 29 Juni 2021
13.00 WIB

Menjadi Mahasiswa, Lagi..

      No Comments on Menjadi Mahasiswa, Lagi..

Bismillah.
Akhirnya saya berkesempatan untuk mengunjungi dan menulis lagi di blog ini. Mungkin postingan terakhir sudah hampir setahun yang lalu. Sudah lama sekali. [Dalam hati: Emang kemana aja lu?]

Saya akan sharing sedikit.
Sejak Juli 2020, saya resmi berstatus sebagai “mahasiswa” lagi di Program Doktor Ilmu Ekonomi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Banyak yang tanya kenapa IPB?
Jawab saya karena kampus ini adalah Kampus Pertanian Terbaik di Asia Tenggara dan termasuk 100 Kampus Pertanian Terbaik di Dunia (lebih tepatnya peringkat 62 dunia). Wow!!

Bagi yang belum tahu, 5 kampus pertanian terbaik di Asia Tenggara Tahun 2021 versi QS World University Ranking by Subject Agriculture and Forestry adalah 1. IPB University (Indonesia), 2. Kasetsart University (Thailand), 3. Nanyang Technological University (Singapore), 4. Universiti Putra Malaysia (saya udah pernah 3 kali kesini, kampusnya keren!), dan 5. Chiang Mai University (Thailand).

Di Program Doktor Ilmu Ekonomi Pertanian IPB saya berkesempatan untuk menimba ilmu secara langsung dari pakar Ekonomi Pertanian dan Agribisnis “terkeren” di Indonesia, Dr. Bayu Krisnamurthi. Dan juga kepada Prof. Hermanto Siregar, Ketua Umum Pengurus Pusat PERHEPI (Perhimpunan Ekonomi Pertanian Indonesia), yang saya juga menjadi pengurus untuk komisariat daerah Yogyakarta.
Kalau sebelumnya, saya hanya dapat mengikuti beliau berdua dari berbagai tulisan dan layar webinar. Maka sekarang, saya bisa belajar secara langsung secara reguler melalui tatap muka di kelas. Walaupun melalui layar Zoom, karena kuliahnya masih online, hehe..

Saya sangat bersyukur karena “merasa sangat beruntung” bisa belajar dari para pakar Ekonomi Pertanian dan Agribisnis di IPB saat S3, setelah sebelumnya sudah menimba ilmu kepada para pakar Ekonomi Pertanian dan Agribisnis di UGM ketika S1 dan S2. Sungguh kepada Prof. Masyhuri (pembimbing utama saya ketika S2), Prof. Dwidjono Hadi Darwanto, Prof. Sri Widodo, Dr. Slamet Hartono, Dr. Jamhari, Dr. Jangkung Handoyo Mulyo, saya merasa sangat berhutang budi atas segala ilmu dan pengalamannya.

Well.
Dalam beberapa kesempatan kedepan, saya mungkin akan sharing “secuil pengalaman” bagaimana sih rasanya kuliah S3 Ilmu Ekonomi Pertanian? Gimana rasanya kuliah S3, tapi (sementara) masih online? Gimana serunya dan gimana sibuknya? Halah..

 

Kamis pagi kemarin, 1 April 2021, saya mengikuti kuliah Sistem dan Usaha Agribisnis bersama Dr. Bayu Krisnamurthi. Pada kesempatan tersebut, saya memberikan paparan singkat (± 5 – 7 menit) tentang Agribisnis dalam Perspektif Makroekonomi. Kira-kira begini nih suasanya …

Mungkin ini dulu yang bisa saya tulis, karena udah malem banget. Sampai jumpa lagi di tulisan berikutnya. Hatur nuhun..


Muhammad Fauzan
Jum’at, 2 April 2021
23.49 WIB

Musim Pandemi, Musim Webinar. Efek Kejut Digital Transformation!

Salah satu menu wajib di masa Work From Home (WFH) ini adalah mengikuti webinar. Baik yang skala nasional maupun internasional. Dalam satu hari kadang sampai ada 2-3 webinar yang saya ikuti. Bukan karena ingin mengoleksi sertifikat, sejujurnya saya sedang butuh banyak ilmu dan wawasan, terutama yang terkait dengan tema/topik yang ingin saya teliti untuk riset S3 nanti.

Bicara tentang kenapa sekarang banyak webinar. Tidak lain adalah karena proses digital transformation yang sedang berjalan cepat. Proses ini menggempur bangunan-bangunan dan pikiran-pikiran lama yang sebelumnya masih bisa bertahan karena merasa nyaman dengan hidup yang bakal baik-baik saja. Nyatanya dunia tak sebercanda itu!

Digital transformation is years away. A cartoon by Tom Fishburne. (@tomfishburne)

 

Nyatanya pandemi global Covid-19 memiliki efek kejut yang dahsyat. Adanya super-katalisator bernama lengkap “coronavirus disease 2019” ini memaksa setiap bangunan, baik bermotif ekonomi ataupun non-ekonomi, untuk mempercepat proses transformasi digitalnya. Baik disisi internal maupun eksternal. Instansi pendidikan seperti kampus pun tak ketinggalan.

Maraknya webinar atau web seminar adalah satu bentuk positif hasil transformasi digital dalam dunia akademik. Jika sebelumnya mengadakan seminar harus mahal dan merepotkan, kini “syarat” itu sudah hilang. Dari sisi peserta, biaya menjadi sangat murah. bahkan gratis kalo loe tau password wifi tetangga. Hehe..

Kedepan, di era normal baru. Webinar akan semakin menjadi kebutuhan. Layaknya makanan bergizi namun harganya murah, dia akan menjadi standar dalam proses penyebarluasan ilmu pengetahuan. Selamat datang di era informasi!

 

Alhamdulillah pada tanggal 29 Mei 2020 yang lalu, saya berkesempatan untuk menjadi salah satu pemakalah dalam Webinar Nasional 2020 : Kontribusi Usaha Ternak Lokal Sebelum dan Sesudah Pandemi dalam Memenuhi Protein Hewani di Indonesia, yang diselenggarakan oleh Perhimpunan Ilmuwan Sosial Ekonomi Peternakan Indonesia (Persepsi). Dan cukup surprise, diakhir acara diumumkan bahwa saya menjadi Presenter Terbaik dalam sesi paralel acara tersebut. Ini menjadi pelecut semangat bagi saya untuk terus berkarya. Bismillah!


Muhammad Fauzan
Ahad, 7 Juni 2020
21.20 WIB

Korea – Indonesia Joint Workshop 2019, Potret Mesra Agribisnis UMY dan Hankyong National University

April 2019 terasa spesial lantaran saya bersama rekan-rekan dosen Agribisnis UMY berkesempatan untuk berkunjung ke Hankyong National University di Korea Selatan. Tentu untuk sharing ilmu tentang peluang dan tantangan agribisnis di Indonesia dan Korea Selatan.

Korea – Indonesia Joint Workshop 2019 menjadi tajuk rangkaian acara selama 3 hari ini. Diikuti lebih dari 60 peserta, dan tidak kurang dari 15 negara.

Bertanya, berdiskusi, dan berargumen. Cara untuk saling belajar dan memahami.

Foto bersama Rektor Hankyong National University, setelah diskusi santai dan penandatanganan dokumen kerjasama dengan Program Studi Agribisnis UMY.

Hankyong National University (HKNU), public higher education institution in South Korea. The university is a part of a small town called Anseong in South Korea. HKNU is considered to be one of the most prestigious universities of South Korea taking its rightful place among the top 5 educational institutions of the country.

8 – 11 April 2019
Hankyong National University

Anseong-si, Gyeonggi-do,
South Korea

Kunjungan ke Plant Factory, Chiba University, Jepang

Chiba University successfully producing vegetables in factories.
Japan’s plant factories are expanding to meet the increasing demand for safe, pesticide-free, locally-grown food.

Suhu dingin mendekati 2 derajat Celsius ditambah paparan cerah matahari pagi adalah kondisi sempurna untuk berfoto.

Selalu menyenangkan bertemu orang-orang hebat.

Belajar itu “harusnya” tidak mengenal lelah, panas, ataupun dingin. Bagaimanapun kondisinya, kita harus terus melangkah.

 

Chiba University is a pioneer in this area, having over a 30-year history in growing plants hydroponically. Now operating five solar plant factories and two artificial light plant factories, the university stresses the importance of such factories.

22 – 26 Januari 2017
Center for Environment, Health & Field Sciences of Chiba University

Kashiwa-no-ha Kashiwa
Chiba, Japan